Kamis, 17 November 2011

Pariwisata (Tourism)

Pembangunan kepariwisataan merupakan salah satu sektor andalan bagi kota Bukittinggi, banyaknya objek wisata yang menarik, menjadikan kota ini dijuluki juga sebagai "kota wisata". Saat ini di kota Bukittinggi telah terdapat sekitar 60 hotel dan 15 biro perjalanan.Hotel-hotel yang terdapat di kota Bukittinggi antara lain The Hills (sebelumnya Novotel), Hotel Pusako dan sebagainya.
Lembah Ngarai Sianok merupakan salah satu objek wisata utama. Taman Panorama yang terletak di dalam kota Bukittinggi memungkinkan wisatawan untuk melihat keindahan pemandangan Ngarai Sianok. Di dalam Taman Panorama juga terdapat gua bekas persembunyian tentara Jepang sewaktuPerang Dunia II yang disebut sebagai Lubang Jepang Bukittinggi.
Di Taman Bundo Kanduang terdapat replika Rumah Gadang yang berfungsi sebagai museumkebudayaan Minangkabau, Kebun Binatang Bukittinggi dan benteng Fort de Kock yang dihubungkan oleh jembatan penyeberangan yang disebut Jembatan Limpapeh. Jembatan penyeberangan Limpapeh berada di atas Jalan A. Yani yang merupakan jalan utama di kota Bukittinggi.
Pasar Ateh (pasas atas) berada berdekatan dengan Jam Gadang yang merupakan pusat keramaian kota. Di dalam Pasar Ateh terdapat banyak penjual kerajinan tangan dan bordir serta makanan kecil oleh-oleh khas Sumatera Barat seperti Karupuak Sanjai (keripik singkong ala daerah Sanjai di Bukittinggi) yang terbuat dari singkong, Karupuak Jangek yang dibuat dari bahan kulit sapi atau kerbau dan Karak Kaliang, sejenis makanan kecil khas Bukittinggi yang berbentuk seperti angka 8. Saat ini juga telah dibangun beberapa pusat perbelanjaan modern di kota Bukittinggi.

The development of tourism is one of the leading sectors for the city of Bukittinggi,the many interesting attractions, make this city dubbed as the "city tour". Currently in the town of Bukittinggi has been there about 60 hotels and 15 travel agencies. Hotels located in cities such as The Hills Bukittinggi (formerly Novotel), Hotel Pusako and so on.
Sianok canyon valley is one of the main attractions. Panorama Park is located in thetown of Bukittinggi allow tourists to see the beautiful scenery Sianok canyon. Inside the park there is also a cave Panorama hideaway former Japanese soldiers duringWorld War II is referred to as Japan's Hole Bukittinggi.
In the park there is a replica Kanduang Bundo Tower House which serves as a museum of Minangkabau culture, Bukittinggi Zoo and Fort de Kock is connected by a pedestrian bridge called the Bridge Limpapeh. Limpapeh pedestrian bridgeabove the road A. Yani which is the main street in the town of Bukittinggi.
Market Ateh (pasas above) are adjacent to the Clock Tower which is the center of the city. In the market there are many sellers Ateh handicrafts and embroidery as well as snacks souvenirs typical of West Sumatra as Karupuak Sanjai (cassava chips ala Sanjai area in London) is made from cassava, Karupuak Jangek made ​​from cow or buffalo leather and Karak Kaliang, a kind typical of Bukittinggi snacksshaped like a figure 8. Currently, he also has built several modern shopping centersin the city of Bukittinggi
.

Geografi (Geography)

Kota Bukittinggi terletak pada rangkaian Bukit Barisan yang membujur sepanjang pulau Sumatera, dikelilingi tiga gunung berapi yaituGunung Singgalang, Gunung Marapi dan Gunung Sago, serta berada pada ketinggian 909 – 941 meter di atas permukaan laut. Kota ini juga berhawa sejuk dengan suhu berkisar antara 16.1 – 24.9 °C. Sementara dari total luas wilayah kota Bukittinggi saat ini (25,24 km²), 82.8% telah diperuntukan menjadi lahan budidaya, sedangkan sisanya merupakan hutan lindung.
Kota ini memiliki topografi berbukit-bukit dan berlembah, beberapa bukit tersebut tersebar dalam wilayah perkotaan ini, di antaranya Bukit Ambacang, Bukit Tambun Tulang, Bukit Mandiangin, Bukit Campago, Bukit Kubangankabau, Bukit Pinang Nan Sabatang, Bukit Canggang, Bukit Paninjauan dan sebagainya. Sementara terdapat lembah yang dikenal juga dengan Ngarai Sianok dengan kedalaman yang bervariasi antara 75 - 110 m, yang didasarnya mengalir sebuah sungai yang disebut dengan Batang Masang yang bermuara di pantai barat pulau Sumatera.

Bukittinggi is located on the Bukit Barisan range that ran along the island ofSumatra, surrounded by three volcanoes is Mount Singgalang, Mount Marapi and Mount Sago, and at an altitude of 909-941 meters above sea level. The city is alsoair cool with temperatures ranging between 16.1 - 24.9 ° C. While the total area ofthe current town of Bukittinggi (25.24 km ²), 82.8% have been devoted to cultivation of land, while the rest is protected forest.
The city has a hilly topography and valley, some hills are scattered in urbanareas, among them the Mount Ambacang, Bukit Tambun Bones, Mandiangin Hill,Hill Campago, Kubangankabau Hill, Bukit Pinang Sabatang Nan, Canggang Hill, HillPaninjauan and so on. While there is a valley which is also known as Sianok canyonwith a depth that varies between 75-110 m, which on the bottom flows a river called theTrunk Masang which empties on the west coast of Sumatra island.

Sejarah Kota Bukittinggi (History of Bukittinggi City)

Kota Bukittinggi mulai berdiri seiring dengan kedatangan Belanda yang kemudian mendirikan kubu pertahanan pada tahun 1825 pada masa Perang Padri di salah satu bukit yang terdapat dalam kota ini, dikenal sebagai Benteng Fort de Kock, sekaligus menjadi tempat peristirahatan opsir-opsir Belanda yang berada di wilayah jajahannya. Kemudian pada masa pemerintahan Hindia-Belanda, kawasan ini selalu ditingkatkan perannya dalam ketatanegaraan yang kemudian berkembang menjadi sebuah Stadsgemeente (kota), dan juga berfungsi sebagai ibukota Afdeeling Padangsche Bovenlanden dan Onderafdeeling Oud Agam.
Pada masa pendudukan Jepang, Kota Bukittinggi dijadikan sebagai pusat pengendalian pemerintahan militernya untuk kawasanSumatera, bahkan sampai ke Singapura dan Thailand, di mana pada kota ini menjadi tempat kedudukan komandan militer ke 25Kenpeitai, di bawah pimpinan Mayor Jenderal Hirano Toyoji. Kemudian kota ini berganti nama dari Stadsgemeente Fort de Kockmenjadi Bukittinggi Si Yaku Sho yang daerahnya diperluas dengan memasukkan nagari-nagari sekitarnya seperti Sianok Anam Suku,Gadut, Kapau, Ampang Gadang, Batu Taba dan Bukit Batabuah. Sekarang nagari-nagari tersebut masuk ke dalam wilayah Kabupaten Agam.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Bukittinggi dipilih menjadi ibukota Provinsi Sumatera, dengan gubernurnya Mr. Teuku Muhammad Hasan. Kemudian Bukittinggi juga ditetapkan sebagai wilayah pemerintahan kota berdasarkan Ketetapan Gubernur Provinsi Sumatera Nomor 391 tanggal 9 Juni 1947.
Pada masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Kota Bukitinggi berperan sebagai kota perjuangan, di mana pada tanggal 19 Desember 1948, kota ini ditunjuk sebagai ibukota negara Indonesia setelah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda atau dikenal denganPemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). Dikemudian hari, peristiwa ini ditetapkan sebagai Hari Bela Negara, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2006 tanggal 18 Desember 2006.
Selanjutnya Kota Bukittinggi menjadi Kota Besar berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom kota besar dalam lingkungan daerah provinsi Sumatera Tengah masa itu, yang meliputi wilayah provinsi Sumatera Barat,Jambi, Riau dan Kepulauan Riau sekarang.
Walaupun setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 1999 sebagai dasar hukum baru pemerintahan daerah Kota Bukittinggi namun dalam implementasinya sampai sekarang masih belum dapat dilaksanakan.

Bukittinggi city began standing in line with the arrival of the Dutch who later founded the blockhouse in 1825 on Padri War period in which there is one hill in this town, known as Fort de Kock, as well as a resting place of the Dutch officers who are in the colonies. Later in the reign of the Dutch East Indies, the area is always enhanced role in the constitution which later developed into a Stadsgemeente (city), and also serves as the capital Afdeeling Padangsche Bovenlanden and Onderafdeeling Oud Agam.
During the Japanese occupation, the city of Bukittinggi used as a control center for the region of Sumatra military government, even to Singapore and Thailand, where the city became the seat of the military commander to 25 Kenpeitai, under the command of Major General Hirano Toyoji. Later the city changed its name from Fort de Kock became Stadsgemeente Bukittinggi The Yaku Sho, whose land was broadened to include the surrounding villages-villages like Sianok Anam Tribe, Gadut, Kapau, Ampang Tower, Taba and Bukit Batu Batabuah. Now Nagari-Nagari is entered into the Agam regency.
After the independence of Indonesia, Bukittinggi was chosen to be the capital of the Province of Sumatra, with its governor Mr. Teuku Muhammad Hasan.The United Kingdom is also defined as an area municipality under the Province of Sumatra Governor Decree No. 391 dated June 9, 1947.
At the time of maintaining the independence of Indonesia, the City Bukitinggi role as the city struggles, where on December 19, 1948, the city is designated as the capital of Indonesia after the Yogyakarta fell into Dutch hands, known as the Emergency Government of the Republic of Indonesia (PDRI). Later on, the event was designated a State-Defense Day, based on the Decree of President of the Republic of Indonesia Number 28 Year 2006 dated December 18, 2006.
The next big city of Bukittinggi be based on Law Number 9 Year 1956 concerning the establishment of an autonomous region within the major cities of the province of Central Sumatra that time,which includes the province of West Sumatra, Jambi, Riau and Riau Islands now.
Even after the issuance of Government Regulation Number 84 of 1999 as a new legal basis of regional government in the implementation of Bukittinggi, but until now still can not be implemented. 

Kota Bukittinggi (Bukittinggi City)

Kota Bukittinggi adalah salah satu kota di provinsi Sumatera BaratIndonesia.
Kota ini sebelumnya disebut dengan Fort de Kock dan dahulunya pernah juga dijuluki sebagai Parijs van Sumatra selain kota Medan, dan kota Bukittinggi juga pernah menjadi ibukota negara Indonesia.
Kota ini merupakan kota kelahiran salah seorang Proklamator RI yaitu Bung Hatta, disebut juga sebagai kota pusaka dengan Jam Gadang, yaitu sebuah landmark di ketinggian jantung kota, berbentuk jam besar mirip Big Ben, sekaligus menjadi simbol bagi kota yang juga berada pada tepi sebuah lembah yang bernama Ngarai Sianok.
Selain itu kota Bukittinggi juga terkenal sebagai kota wisata yang berhawa sejuk, dan bersaudara (sister city) dengan Seremban dariNegeri Sembilan di Malaysia.

Bukittinggi is one city in the province of West Sumatra, Indonesia.
The city was formerly called the Fort de Kock and the former had also dubbed asParijs van besides Sumatra city of Medan,and the town of Bukittinggi was also the capital of Indonesia.
The city is the hometown of one of the Bung Hatta proclaimed Indonesia, also known as city heritage with the Clock Tower, a landmark in the heart of the height,shaped like a big clock Big Ben, as well as a symbol for the city which is alsolocated on the edge a valley called Canyon Sianok.
Besides the town of Bukittinggi is also famous as a tourist city that cool air, andsiblings (sister city) in Seremban from Negeri Sembilan in Malaysia.